MEDIA SANTRI - Penyebaran agama Islam di Pulau Jawa tidak dapat dipisahkan dari peranan para mubaligh khususnya dari golongan walisongo. Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan atau yang lebih dikenal dengan Sunan Kudus lahir pada 09 September 1400 M/ 800 H, beliau merupakan salah satu wali walisongo yang menyebarkan agama Islam di daerah Kudus.
Sunan Kudus merupakan putra dari seorang Senopati bernama Raden Usman Hajji yang dijuluki sebagai Sunan Ngudung. Ayah Sunan Kudus merupakan salah seorang Putra Mesir yang berkelana sampai di Pulau Jawa. Ibu Sunan Kudus bernama Syarifah Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Malaka Binti Sunan Ampel.
Sunan Kudus merupakan salah satu walisongo yang memiliki kepribadian yang tekun dan disiplin dalam meraih suatu keinginan, hal tersebut dikarenakan didikan Kyai Telingsing yang berasal dari China. Kepribadian inilah yang perlu ditiru oleh santri-santri masa kini.
Sunan Kudus merupakan salah
satu murid dari Sunan Kalijaga, sehingga gaya dakwahnya juga mengikuti gurunya,
yaitu dengan melalui asimilasi budaya Hindu-Budha dengan Islam. Salah satu
bentuk asimilasi budaya Hindu-Budha dengan agama Islam di Kudus dapat dilihat
pada arsitektur Masjid menara Kudus.
Masjid menara Kudus menjadi salah satu saksi sejarah dakwah Sunan
Kudus, yang mana pada zaman dahulu masjid tersebut menjadi tempat Sunan Kudus
menyampaikan ajaran Islam dengan tetap mempertahankan kearifan lokal. Sunan
Kudus melarang menyembelih sapi yang sebenarnya diperbolehkan dalam Islam untuk
menghargai masyarakat setempat yang mempercayai ajaran Hindu-Budha.
Selain itu, Sunan Kudus juga mengadopsi arsitektur Candi Jago atau
semacam pura Bali untuk membangun menara masjid. Pengaruh Hindu-Budha juga terlihat
pada delapan pancuran tempat wudhu yang ada di Masjid Menara Kudus, yang mana
delapan pancuran tersebut merupakan ajaran Budha yaitu Asta Sanghika Marga atau
delapan jalan utama yang menjadi pegangan masyarakat dalam hidupnya pada saat
itu.
Masjid Menara Kudus menjadi salah satu tempat yang banyak dituju
para peziarah, tidak hanya arsitekturnya yang penuh dengan filosofi Hindu-Budha
dan Islam, akan tetapi letaknya yang berada tepat di depan makam Sunan Kudus.
Masjid yang dulunya difungsikan sebagai tempat untuk beribadah dan berdakwah,
saat ini diramaikan oleh para peziarah yang bersinggah untuk beribadah sejenak
sambil menikmati keindahan Masjid Menara Kudus yang dipenuhi dengan pencahayaan
lampu warna kuning pada malam hari.
Sunan Kudus memiliki pengaruh yang besar terhadap masyarakat Kudus, tidak hanya ketika beliau masih hidup, akan tetapi setelah wafatnya pun masih memberikan pengaruh besar khususnya dalam memajukan perekonomian masyarakat Kudus. Pemandangan Masjid Menara Kudus dapat dinikmati oleh peziarah dengan menggunakan jasa ojek yang dikelola oleh pemerintah.
Selain itu, sepajang jalan
menuju makam dipenuhi dengan para pedagang oleh-oleh khas Kudus yang menjual
berbagai cemilan lokal dan cindera mata yang khas. Hal tersebut menunjukkan bahwa
keberadaan Makam Sunan Kudus sebagai tempat wisata religi membawa pengaruh
besar terhadap perekonomian masyarakat sekitar Kudus.
Kunjungan peziarah meningkat pada bulan Muharam, hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari kepercayaan masyarakat muslim yang mengetahui kesunahan mendatangi makam waliyullah pada bulan Muharam. Makam Sunan Kudus dapat menjadi salah satu destinasi wajib para peziarah yang hendak melaksanakan sunah ziarah pada Muharam.
Suasana makam yang dipenuhi beberapa komplek makam keluarga Sunan Kudus membuat peziarah dapat menjelajah beberapa makam dalam satu tempat, salah satu diantaranya yaitu makam K.H. Asnawi Kudus dan Nyai H. Hamdanah yang ramai dikunjungi peziarah untuk mendekatan diri kepada Allah dengan bertawashul kepada waliyullah.
Penulis : Arrum Wijaya, S. Pd
Editor : MZ
Posting Komentar